Cerdaskan Petani Kita Agar Sejahtera!

Posted: Maret 11, 2011 in Uncategorized

Hingga kcerdaskan-petaniini pemerintah belum sepenuhnya menemukan upaya strategis dan hasil maksimum dalam mengangkat bangsa kita dari keterpurukan ekonomi. Fenomena kasat mata  antara lain  terlihat dari tingkat pengangguran kerja dan kemiskinan. Jumlah mereka yang menganggur pada tahun 2007 mencapai sekitar 12 juta orang, sementara jumlah mereka yang tergolong miskin mencapai sekitar 25 juta orang. Keadaan demikian sangat terkait dengan masalah sumberdaya manusia (SDM). Apakah SDM sebagai penyebab dan apakah sebagai akibat.

Kondisi SDM jelas ada pengaruhnya dengan  daya saing bangsa. Menurut  “The 2006 Global Economic Forum on Global Competitiveness Index (GCI)”, kondisi Indonesia berada pada tingkat yang lebih rendah ketimbang beberapa negara Asean lainnya seperti Singapura (peringkat 7), Malaysia (21), dan Thailand (28).; namun berada lebih tinggi dibanding Vietnam (68) dan Filipina (71). Kondisi ini diduga dipengaruhi oleh daya saing SDM. Dalam laporan “World Competitiveness Yearbook”, kondisi daya saing SDM Indonesia di tingkat regional berada pada posisi yang lebih rendah  yakni peringkat 50  dibanding India (43), Malaysia (26), Korea Selatan (24)  dan Singapura (5).

Kondisi SDM yang rendah sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Secara agregat kondisi ini mempengaruhi produktivitas nasional. Hal demikian juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang sementara ini (setelah krisis finansial global) hanya mencapai 4,2% yang berada di bawah target sebesar 4,5%. Pada gilirannya daya saing bangsa juga akan rendah. Dengan kata lain akumulasi berbagai faktor, kebijakan dan kelembagaan yang performanya rendah akan mempengaruhi produktivitas nasional. Bagaimana dengan SDM pertanian? Sebanyak  87 persen pelaku sektor pertanian adalah lulusan SD dan bahkan tidak tamat SD. Sementara mereka yang sarjana hanya 3,5 persen. Bisa dibayangkan bagaimana rendahnya produktifitas SDM pertanian. Tentu saja akibatnya kontribusi sektor ini semakin tertinggal dibanding sektor lain khususnya industri.

Meskipun kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional sudah semakin digeser oleh sektor industri, yaitu sekitar 17%, namun lebih dari 45% penduduk masih mencari nafkah di sektor pertanian. Beberapa fakta mengindikasikan semakin pentingnya peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Selama krisis dan beberapa tahun terakhir terjadi penurunan nilai tukar petani dan penurunan upah buruh di pedesaan. Hal ini menunjukkan adanya pertambahan angkatan kerja  di sektor pertanian. Hal ini disebabkan tingginya pertambahan angkatan kerja Indonesia yaitu 1,2% atau sekitar 2 juta orang setiap tahun. Pengurangan angka pengangguran, baik formal maupun informal sangat relevan dengan optimalisasi peran sektor pertanian.

Beberapa tantangan di masa depan masih bakal dihadapi yakni globalisasi ekonomi, kemiskinan, pengangguran, dan degradasi lingkungan. Di sisi lain ada kecenderungan generasi muda yang tidak lagi berminat di bidang pertanian. Faktor  pokok yang menyebabkannya adalah sektor pertanian dianggap tidak memiliki insentif ekonomi ketimbangan di sektor lain. Untuk menjawab ini, dibutuhkan revitalisasi pertanian secara lebih terfokus yang didukung kualitas sumberdaya manusia pertanian. Di samping melalui pengembangan SDM berbasis kompetensi maka diperlukan penguatan kelembagaan pertanian misalnya lembaga keuangan, pemasaran, penyuluhan, penelitian, dan pengembangan yang saling bersinergis.

Saat ini, terjadi proses perubahan paradigma pembelajaran dari yang sekedar tahu melakukan sesuatu menjadi tahu dan dapat melakukan sesuatu. Yang pertama lebih ke domain kognitif sedangkan kompetensi yang kedua lebih kepada skill dan keterampilan. Untuk menghadapi perubahan paradigma tersebut, perlu kebijakan umum terkait perubahan kurikulum pendidikan. Mulai dari perubahan kurikulum menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tingkat nasional hingga penerapan kurikulum berbasis muatan lokal di tingkat lokal. Kurikulum muatan lokal perlu dijalankan karena setiap daerah memiliki agroekosistem yang beragam. Ada beragam komiditi yang diusahakan sesuai dengan lingkungan. Penerapan teknologi pun harus berjenis indegeneous technology (teknologi yang memiliki kearifan lokal). Kita tidak bisa memaksakan semua jenis teknologi siap pakai. Kebijakan ini harapannya berlaku untuk semua tingkat pendidikan, sampai ke perguruan tinggi.

Tiga sisi KBK yang perlu dikembangkan di sektor pertanian antara lain : sektor produksi, manajemen produksi, dan manajemen pemasaran. Dengan ketiga sisi KBK ini akan terjadi perubahan paradigma dari produksi ke pasar sehingga si petani tidak hanya memiliki teknik produksi juga tetapi juga pemasaran. Oleh sebab itu petani  juga memiliki kompetensi pemasaran. Dengan begitu, petani akan memiliki model agribisnis sebagai satu sistem yang utuh mulai dari on farm sampai dengan off farm.

cerdaskan-petani2Bentuk penerapan sistem KBK di tataran petani dapat dilakukan tidak hanya melalui sistem pendidikan formal, tetapi lebih khusus melalui sistem pendidikan informal melalui pembelajaran aktif melalui pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi. Metode pelatihan dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan metode pendidikan orang dewasa. Pelaksananya bisa dilakukan oleh siapa saja namun kebijakannya dapat melalui badan pendidikan dan pelatihan Departemen Pertanian RI maupun badan pelatihan di departemen lain yang terkait dengan bidang pertanian lainnya seperti Departemen Kelautan dan Perikanan maupun Departemen Kehutanan. Pelaksananya bisa melalui balai pendidikan dan pelatihan di daerah, pemerintah daerah atau oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pertanian maupun perguruan tinggi yang juga memiliki tugas pokok dalam pengembangan masyarakat.

Setiap program pengembangan sektor pertanian khususnya yang berkait de­ngan program pengembangan SDM pertanian harus merupakan bagian integral dari peningkatan kesejahteraan petani (PPK). Pengembangan model  pendidikan, pelatih­an, dan penyuluhan berbasis kompetensi dan agribisnis diharapkan mampu meningkatkan mutu SDM pertanian. Pada gilirannya mampu meningkatkan produktifitas, mutu dan harga hasil pertanian yang kompetitif. Tujuannya adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang didukung dengan pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan dan perlindungan terhadap petani.()

Tinggalkan komentar